Kamis, 29 September 2011

LAPORAN PEMBEKUAN GURITA (WHOLE) BABY YEEEAAAHHHH :-*

I.              PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang
Perikanan di Indonesia memiliki kedudukan yang sangat penting baik dari segi ekonomi, sosial, budaya, dan wawasan nusantara. Perikanan merupakan sumber pendapatan bagi berjuta-juta nelayan, petani ikan, pengolah ikan, dan pedagang ikan. Setiap tahun perikanan juga menyumbang dolar-dolar Amerika dalam bentuk devisa serta membuka peluang-peluang kerja dalam memberikan sumbangsih mereka dalam pembangunan nasional.
Ikan memiliki kandungan protein yang tinggi. Bagi masyarakat maju, makanan tidak hanya sekedar memberi rasa kenyang dan nikmat saja tetapi harus mempunyai kadungan gizi yang tinggi, keamanan produk, dan jaminan mutu yang baik.
Gurita merupakan satu komoditi perikanan yang mudah sekali mengalami kemunduran mutu. Dalam waktu yang sangat singkat gurita akan menjadi busuk. Mengingat kondisi yang demikian maka harus dilakukan upaya penanganan yang tepat agar tidak mengalami kemunduran mutu (Wikipedia, 2010)
Berbagai cara pengawetan ikan telah banyak dilakukan, tetapi sebagian di antaranya tidak mampu mempertahankan sifat-sifat ikan yang alami. Salah satu cara mengawetkan ikan yang tidak merubah sifat alami ikan adalah pendinginan dan pembekuan (Murniyati dan Sunarman, 2000).
Menurut Direktorat Jendral Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (2007) harga gurita di pasar Jepang relatif stabil, meskipun tingkat konsumsi diperkirakan akan segera naik kembali. Sebaliknya, pengusaha Mauritania berusaha untuk menaikkan harga gurita menjadi US$ 0.40-0.50/kg. Hal ini agak mengherankan karena tahun lalu permintaan gurita di Jepang agak melemah dan pendaratan gurita relatif baik. Diperkirakan kenaikan harga tersebut akan dapat diterima oleh konsumen ketika permintaan memang sedang baik.
Berdasarkan hal tersebut maka penulis merasa perlu untuk mempelajari Proses Pembekuan Gurita (Octopus sp.) utuh di PT. Fishindo Isma Raya, Tuban, Jawa Timur.

1.2. Maksud dan Tujuan
1.2.1. Maksud
Maksud dari pelaksanaan Praktek Kerja Lapang (PKL) III ini yaitu:
  • Mengikuti tahapan-tahapan dalam proses pembekuan gurita utuh (Whole).
  • Ikut berpartisipasi secara langsung dalam kegiatan proses produksi dari penerimaan bahan baku sampai menjadi produk akhir.
1.2.2.Tujuan
Tujuan dari pelaksanaan praktek kerja lapang (PKL) III ini adalah untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan tentang proses pembekuan gurita (Octopus sp.) utuh dibandingkan dengan teori yang diperoleh diperkuliahan.


II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Deskripsi Gurita (Octopus sp.)
Gurita adalah hewan moluska dari kelas Cephalopoda (kaki hewan terletak di kepala), ordo Octopoda dengan terumbu karang di samudra sebagai habitat utama. Gurita terdiri dari 289 spesies yang mencakup sepertiga dari total spesies kelas Cephalopoda. Gurita dalam bahasa Inggris disebut Octopus yang sering hanya mengacu pada hewan dari genus Octopus. Gurita merupakan makanan laut bagi penduduk di negara-negara Mediterania, Meksiko, dan bahan utama berbagai makanan Jepang, seperti sushi, tempura, takoyaki dan akashiyaki (Wikipedia, 2010). Secara umum, bentuk Gurita dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar  1. Gurita (Octopus sp.)
         Sumber : National Wildlife (1997)

Secara lengkap urut-urutan klasifikasi dari Gurita (Octopus sp.) adalah sebagai berikut :
Filum               : Molusca
Kelas               : Cephalopoda
Anak kelas      : Coleoidea
Bangsa            : Octopoda
Anak bangsa   : Incirrata
Suku                : Octopodidae
Anak suku       : Octopodinae
Marga              : Octopus
Jenis                : Octopus sp.

2.2. Manfaat Gurita
Menurut Fitday (2010), Gurita adalah sumber kalori rendah dengan  bentuk ramping. Ada sekitar 140 kalori per 3 ons (85 g) Gurita, dengan kandungan lemak hanya 1.8 g . Gurita merupakan sumber zat besi yang sangat baik untuk mengatasi kelemahan, kelelahan dan anemia.
Gurita juga merupakan sumber kalsium, fosfor, kalium dan selenium juga menyediakan vitamin yang penting termasuk vitamin C, vitamin A dan beberapa vitamin B, serta beberapa omega-3 asam lemak. Omega-3 adalah nutrisi penting yang dapat menurunkan kemungkinan penyakit jantung, serta kanker dan depresi  juga dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan membantu perkembangan otak pada anak-anak.
Gurita juga mengandung taurin, yang merupakan asam organik yang bertindak sebagai antioksidan dan dapat melindungi terhadap beberapa efek stres. Taurin juga membantu mencegah penyakit jantung, walaupun belum dilakukan penelitian lebih lanjut. Beberapa studi dikaitkan juga dengan kadar gula darah meningkat, namun hal ini juga memerlukan penelitian lebih lanjut.
2.3. Pengertian Pembekuan Ikan
            Pembekuan merupakan proses pengolahan, yaitu suhu produk atau bahan pangan diturunkan dibawah titik beku, dan sejumlah air berubah bentuk menjadi kristal es (Estiasih dan Ahmadi, 2009).
            Menurut  Effendi (2009) dengan membekunya sebagian kandungan air bahan atau dengan terbentuknya es sehingga ketersediaan air menurun, maka kegiatan enzim dan jasad renik dapat dihambat atau dihentikan sehingga dapat mempertahankan mutu bahan pangan.

2.4. Prinsip Pembekuan Ikan
Pembekuan ikan menggunakan suhu yang lebih rendah, yaitu jauh di bawah titik beku ikan. Pembekuan hampir mengubah seluruh kandungan air pada ikan menjadi es, tetapi pada waktu ikan beku dilelehkan, keadaan ikan harus kembali seperti sedia kala. Keadaan beku menghambat aktifitas bakteri dan enzim sehingga daya awet ikan beku lebih besar dibandingkan dengan ikan yang hanya didinginkan (Adawyah, 2007).
Pada suhu -12oC, kegiatan bakteri telah dapat dihentikan, tetapi proses kimia enzimatis masih terus berjalan. Kematian bakteri akibat pembekuan karena:
  1. Sebagian besar air di dalam tubuh ikan, baik air bebas maupun air terikat telah berubah menjadi es sehingga bakteri kesulitan menyerap makanan dalam bentuk larutan.
  2. Cairan di dalam sel bakteri akan ikut membeku dan volumenya betambah sehingga dinding sel pecah dan menyebabkan kematian bakteri.
  3. Suhu yang sangat  rendah menyebabkan bakteri yang tidak tahan terhadap suhu rendah akan mati.
Pada dasarnya pembekuan sama dengan pendinginan yang dimaksudkan untuk mengawetkan sifat – sifat alami produk yang dibekukan. Pembekuan mengubah hampir seluruh kandungan air pada produk yang dibekukan menjadi es. Keadaan beku menyebabkan bakteri dan enzim terhambat kegiatannya, sehingga daya awet produk yang dibekukan lebih besar dibandingkan dengan produk yang hanya didinginkan (Murniyati dan Sunarman, 2000).

2.5. Metode Pembekuan
Metode pembekuan secara umum dikelompokkan sebagai berikut.
  1. Pendinginan mekanis, menggunakan Refrigerant yang mengalami siklus penguapan dan kompresi
  2. Pembeku kriogenik (Cryogenic Freezer)
Pendinginan mekanis menggunakan udara dingin, cairan dingin, atau permukaan dingin untuk menghilangkan panas dari produk atau bahan pangan. Pembeku kriogenik menggunakan karbondioksida, nirogen cair, atau freon cair secara langsung kontak dengan bahan yang dibekukan (Estiasih dan Ahmadi, 2009).
Alat pembeku kriogenik mempunyai ciri-ciri terdapat perubahan wujud refrigerant  atau kriogen ketika panas diserap dari bahan yang dibekukan. Kriogen dikontakkan dengan bahan yang dibekukan dan secara cepat mengambil energi dari bahan yang dibekukan. Akibatnya, koefisien pindah panas tinggi dan pembekuan berlangsung sangat cepat. Refrigerant yang paling umum digunakan adalah nitrogen cair. Adapun freon digunakan secara terbatas akibat residu dalam bahan tersebut dapat melebihi batas yang diizinkan.

2.6. Syarat Mutu Bahan Baku Gurita (Octopus sp.)
           
             Persyaratan bahan baku yang harus dipenuhi untuk proses pengolahan Gurita (Octopus sp) dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Standar Mutu Gurita (Octopus sp)
Jenis Uji
Satuan
Syarat
Mutu
  1. Organoleptik, minimal

  1. Cemaran Mikroba :
-      ALT, maks
-      Escheria colli, maksimal.
-      Salmonella
-      Vibrio cholerae
-                              Vibrio parahaemolyticus*),
-      Parasit, maks *)

  1. Cemaran Kimia :
-      Raksa (Hg), maks*
-      Timbal (Pb), maks*


  1. Fisika :
-      Suhu pusat, minimal

Nilai (1-9)


Koloni/gram
APM/ gram
Per 25 gram
Per 25 gram
APM per gram
Ekor


          mg/kg
mg/kg



                     0C
Minimal 7


5,0 x 10 4
< 3
negatif
negatif
< 3
0


0,5
2



-18

 Sumber : SNI 01-6941.1-2002 (2002)


2.7. Proses Pembekuan Ikan
Pembekuan berarti mengubah kandungan cairan pada tubuh ikan menjadi es. Ikan membeku pada suhu antara -0,6oC sampai-2oC, atau rata-rata pada -1oC. kenyataannya sangat sulit membekukan keseluruhan cairan yang terdapat pada tubuh ikan, karena air terikat pada tubuh ikan sangat sulit dibekukan dan memiliki titik beku yang sangat rendah, serta sulit dicapai dalam kondisi komersial. Pada umumnya, jika pembekuan sudah mencapai -120C hingga -30oC sudah dianggap cukup. Jika suhu sudah mencapai antara -55oC hingga -65oC, maka suhu tempat keseluruhan yang ada di dalam tubuh ikan membeku (Adawyah ,2007)

Dalam SNI 01-6941.3-2002 disebutkan bahwa tahapan  pengolahan Gurita terdiri dari tahapan sebagai berikut :
a. Penerimaan Bahan Baku
            Bahan baku diterima di unit pengolahan harus ditangani secara cermat, bersih dengan suhu 50 C dan selanjutnya disortir menurut mutu dan ukuran dengan tujuan untuk memperoleh mutu, jenis dan ukuran yang tepat dan sesuai dengan persyaratan serta mencegah kontaminasi bakteri patogen dan parasit serta dekomposisi.
b. Penyiangan
            Penyiangan dilakukan dengan cara membuang mata, gigi, isi perut dan cairan hitam dengan cepat, hati – hati dan mempertahankan rantai dingin dengan tujuan untuk mendapatkan bahan baku Gurita yang bebas mata, gigi, isi perut dan cairan hitam (sumi).
 c. Pencucian
            Pencucian dilakukan dengan mencelupkan Gurita pada wadah yang berisi air dingin dengan suhu maksimum 50 C, dengan tujuan memperoleh Gurita yang bersih, bebas lendir, dan benda asing.
d. Perendaman
            Gurita (Octopus sp.), yang telah dicuci kemudian direndam selama 45 menit dalam air garam dengan konsentrasi 3% - 8%, dengan tujuan membentuk kekenyalan dan bentuk sesuai dengan bentuk pada saat didinginkan.
e. Sortasi
            Gurita yang telah direndam kemudian ditiriskan dan diangkut ke meja sortir untuk penyortiran ukuran dan mutu. Tujuan penyortiran ini adalah memperoleh Gurita dalam bentuk atau kualitas yang baik dan ukuran yang seragam.
f. Pencelupan dalam larutan chlor
            Gurita dicuci dengan cara perendaman dalam larutan khlor 5 ppm dengan suhu 5oC. Untuk memperoleh gurita bebas dari kontaminasi bakteri dan dekomposisi.
g. Pembungkusan
            Gurita yang sudah bersih kemudian dibungkus dengan kantong plastik yang bersih seperti bola, proses berlangsung pada suhu maksimum. Untuk menghindarkan produk dari kontaminasi bakteri dan oksidasi.
h. Penyusunan dalam pan
            Gurita yang telah dibungkus disusun berjajar dan rapi dalam pan pembeku, proses dilakukan dengan cepat dan saniter dengan mempertahankan suhu maksimum 5OC.
i. Pembekuan
            Gurita yang sudah tersusun dalam pan dibekukan dengan pembekuan cepat sampai suhu pusat Gurita mencapai suhu pusat maksimum -18OC dalam waktu maksimum 8 jam. Untuk membekukan produk maksimum suhu pusat -18OC dalam waktu maksimum 8 jam.
j. Pengepakan
            Gurita yang sudah beku dikemas dalam kotak karton yang berlapis yang berlapis lilin dan bersih dari kontaminan mikroba serta filth. Untuk  dapat terhindarkan produk bebas dari kontaminasi bakteri dan produk sesuai label.
           



2.8. Penanganan Ikan Setelah Pembekuan
            Menurut Adawyah (2007) ikan yang dikeluarkan dari Freezer harus segera dilakukan penanganan lebih lanjut, diantaranya :
-       Glazing
Pemberian selimut es (glaze) pada ikan beku dengan cara menyemprotkan, menyapukan air, atau mencelupkan ikan ke dalam air yang bertujuan untuk mengurangi dehidrasi dan oksidasi. Ciri-ciri dari ikan yang dehidrasi adalah:
·         Kulit ikan menjadi kering.
·         Daging terasa keras.
·         Warna ikan kurang cerah dan cepat membusuk.
-       Pengepakan
Pengemasan atau pengepakan perlu dilakukan tidak saja untuk melindungi produk, tetapi juga untuk meningkatkan nilai estetika sehingga meningkatkan daya tarik terhadap konsumen. Kemasan yang digunakan harus kedap udara untuk mengurangi terjadinya oksidasi produk, kemasan juga harus dapat menahan uap air agar dapat mancegah penguapan produk selama penyimpanan
-       Pemindahan ke dalam Cold Storage
Waktu antara pembongkaran dari freezer dan memasukkan ke dalam cold storage harus cepat. Karena ikan mudah mengalami kerusakan jika terkena sinar matahari, sinar lampu yang kuat, pemanas ruangan dan lain sabagainya.



2.9. Penerapan Sanitasi dan Higiene
Penerapan sanitasi dan higiene dalam industri pengolahan hasil perikanan wajib dilaksanakan, dimana hal tersebut akan berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat sebagai konsumen. Salah satu upaya pokok untuk menghasilkan olahan hasil perikanan yang memenuhi syarat kesehatan adalah dengan mencegah kontaminasi. Baik kontaminasi yang berupa cemaran biologis, cemaran fisik maupun cemaran kimiawi. Cemaran tersebut biasa terjadi pada semua komponen pengolahan, yang meliputi bahan baku, peralatan, ruangan proses, dan tenaga kerja.
2.9.1. Sanitasi dan Higiene Bahan Baku
               Ikan yang digunakan sebagai bahan baku pada proses pembekuan ikan harus dalam keadaan yang segar karena dengan bahan baku yang bermutu baik, maka akan menghasilkan produk akhir yang bermutu baik pula.
               DKP (2006), menyatakan bahwa asal dan mutu bahan baku yang baik adalah sebagai berikut :
·         Unit pengolahan dilarang mengolah ikan yang berasal dari perairan yang tercemar.
·         Ikan yang diolah harus bersih, segar, bebas dari setiap bau yang menandakan pembusukan, bebas dari tanda dekomposisi, bebas dari sifat – sifat alamiah yang dapat menurunkan mutu produk serta tidak membahayakan kesehatan.
2.9.2. Sanitasi dan Higiene Peralatan Produksi
               Salah satu sumber kontaminasi utama dalam pengolahan pangan berasal dari penggunaan wadah, alat pengolahan yang kotor mengandung mikroba dalam jumlah yang tinggi. Perlakuan sanitasi terhadap wadah dan alat tersebut harus efektif sehingga wadah dan peralatan tersebut bebas dari mikroorganisme pembusuk maupun patogen yang dapat membahayakan kesehatan.
               Menurut DKP (2006), syarat – syarat peralatan yang digunakan untuk pengolahan bahan makanan adalah :
·         Mudah dibersihkan.
·         Dibuat dari bahan yang tidak mencemari produk makanan.
·         Diletakkan sesuai dengan alur proses.
·         Harus dicuci sebelum dan sesudah digunakan dan alat harus dalam kondisi bersih pada saat digunakan.
               Semua permukaan tempat atau meja kerja, wadah dan alat yang digunakan  untuk mengolah ikan haruslah halus, kedap air, terbuat dari bahan yang tidak membahayakan kesehatan dan memudahkan dalam pencucian.
2.9.3. Sanitasi dan Higiene Karyawan
              Kebersihan dan kesehatan karyawan harus mendapatkan perhatian, karena merupakan hal yang penting dalam industri pengolahan ikan. Karyawan yang bekerja di unit pengolahan ikan harus dilengkapi dengan pakaian kerja, topi atau penutup kepala, sarung tangan, water proof apron, sepatu. Pakaian kerja tidak boleh dipakai diluar ruang pengolahan, seperti di toilet dan lain – lain. Karyawan yang bekerja di unit pengolahan tidak boleh memelihara kuku. Selain itu kontrol kesehatan karyawan juga perlu dilakukan.



 III. METODOLOGI

3.1   Waktu dan Tempat
Praktek Kerja Lapang (PKL) III ini telah dilaksanakan selama 20 hari mulai tanggal 2 Mei sampai 22 Mei 2011 di PT. Fishindo Isma Raya Kecamatan Tambakboyo  Kabupaten Tuban Provinsi Jawa Timur.
3.2 Metode PKL
            Metode yang akan digunakan dalam pelaksanaan Praktek Kerja Lapang (PKL) III ini adalah metode survei dan magang. Metode survei menurut Nazir (1988) adalah suatu penyelidikan yang dilakukan untuk memperoleh data-data dari gejala – gejala yang ada dan mencari keterangan secara faktual tentang keadaan atau tentang keadaan atau kegiatan suatu obyek yang diamati. Metode magang adalah ikut langsung dalam proses produksi.
3.3 Jenis dan Sumber Data
3.3.1 Jenis Data
Jenis data yang diperoleh menurut Nazir (1988) meliputi :
1.      Kuantitatif adalah data yang berbentuk bilangan. Kumpulan angka-angka hasil observasi/pengukuran sederhana. Data kuantitatif meliputi:
-       Jumlah alat dan bahan yang digunakan dalam pembekuan Gurita.
-       Jumlah bahan baku yang diperlukan dalam pembekuan Gurita.
-       Lama waktu proses pembekuan Gurita.
-       Jumlah tenaga kerja.
-       Jumlah produksi.
-       Rendemen produk akhir.
2.      Kualitatif adalah data serangkaian observasi dimana tiap observasi yang terdapat dalam sampel / populasi tergolong pada salah satu daripada kelas-kelas yang eksklusif secara bersama dan yang kemungkinannya tidak dapat dinyatakan dalam angka - angka Data kualitatif meliputi :
-       Teknik pembekuan Gurita.
-       Proses pembekuan Gurita.
3.3.2 Sumber Data
            Sumber data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Menurut Nazir (1988) :
  1. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumbernya. Baik diperoleh secara langsung dengan cara wawancara, observasi dan alat lainnya. Data primer merupakan data yang masih mentah dan memerlukan analisa lebih lanjut. Data primer disusun melalui proses editing sehingga membentuk data yang terancang. Jenis data primer yang didapat yaitu data yang diperoleh dari lapangan secara langsung mulai dari proses penerimaan bahan baku hingga proses produksi.
  2. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber – sumber bacaan, literatur, data lapangan yang tercatat pada PT. Fishindo Isma Raya ataupun sumber lainnya yang bersifat tidak langsung. Jenis data sekunder yang dikumpulkan adalah data lokasi pabrik, struktur organisasi, tata letak unit usaha, ketenagakerjaan serta data administrasi mengenai pembekuan Gurita.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Dalam kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) III teknik pengumpulan data primer dilaksanakan menurut Narbuko dan Achmadi (2001) yaitu dengan:
1. Observasi partisipan  yaitu apabila orang yang melakukan observasi turut ambil bagian atau berada dalam keadaan obyek yang diobservasi (disebut observess). Sebagai contoh dalam pembekuan gurita ini, taruna mengikuti proses dari awal hingga akhir produksi pembekuan gurita.
2. Wawancara adalah proses tanya jawab dalam penelitian yang berlangsung secara lisan dimana dua orang atau lebih bertatap muka mendengarkan secara langsung informasi-informasi atau keterangan-keterangan.
Data sekunder diperoleh dari perpustakaan dan internet, tentang bagaimana cara pembekuan Gurita.
3.5. Teknik Pengolahan Data
Dalam Praktek Kerja Lapang (PKL) III data yang terkumpul menurut Nazir (1988) diolah dengan cara :
1. Editing yaitu pemeriksaan data yang terkumpul secara seksama. Hal ini perlu diperhatikan dalam mengedit data, apakah data secara lengkap dan sempurna, apakah tulisan sudah jelas untuk dibaca, apakah semua catatan dapat dipahami, apakah data sudah konsisten dan apa ada respon yang tidak sesuai.
2.  Tabulating yaitu kegiatan menyusun data dalam bentuk tabel yang merupakan tahap lanjut dalam rangka proses analisa data sehingga dapat dibaca dan mudah dimengerti. Membuat tabulasi yaitu dengan menyajikan data dalam bentuk tabel untuk mempermudah analisa data selanjutnya. Adapun data yang disajikan dalam bentuk tabel ialah jumlah bahan baku tiap hari, jumlah tenaga kerja, jumlah peralatan, proses produksi.
3.6. Analisa Data
Data dianalisis menggunakan analisis deskriptif menurut Narbuko dan Achmadi (2001) yaitu menggambarkan keadaan subyek berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana mestinya sehingga dapat disimpulkan.
Data tersebut meliputi :
1.   Data kuantitatif dianalisa dengan statistik deskriptif, yaitu menyajikan data sesuai dengan informasi yang diperoleh dilapangan. Data kuantitatif meliputi :
a) Jumlah           :      Penjumlahan angka yang diperoleh.
b) Rata-rata        :      Nilai disekitar mana sekumpulan angka tersebar
daripada angka-angka itu..
c) Frekuensi       :       Pengukuran-pengukuran yang dikelompokkan.  
       2. Data Kualitatif
     Data kualitatif dianalisa secara deskriptif menurut Narbuko dan Achmadi, (2001) yaitu menyajikan data sesuai dengan keadaan sebenarnya guna mempermudah pengambilan keputusan.
3.7. Materi PKL
            Materi umum pada Kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) III tentang Proses Pembekuan Gurita (Octopus sp.)  dalam bentuk Untuh di PT. Fishindo Isma Raya meliputi : keadaan penduduk, letak geografis, lokasi perusahaan, sarana dan prasarana, kegiatan pokok usaha, struktur organisasi.
Materi khusus pada Kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) III tentang Proses Pembekuan Gurita (Octopus sp.) dalam bentuk Untuk di PT. Fishindo Isma Raya meliputi : proses pembekuan gurita bentuk untuk, sanitasi dan higiene.


IV. KEADAAN UMUM

4.1 Lokasi Unit Usaha
            PT. Fishindo Isma Raya terletak di Desa Kenanti Kecamatan Tambakboyo Kabupaten Tuban Jawa Timur. Perusahaan ini terletak di pemukiman penduduk sehingga memudahkan untuk mendapatkan tenaga kerja. Selain itu lokasi yang dekat denngan pantai memudahkan utuk mendapatkan bahan baku. Adapun batas – batas wilayah PT. Fishindo Isma Raya yaitu :
Utara          : Laut Jawa
Timur         : Desa Sobontoro
Selatan       : Desa Dasin
Barat          : PT. Mudamas Intan Samudra dan Desa Tambakboyo
            Penentuan tata letak fasilitas dan bangunan merupakan hal penting dalam pabrik. Apabila bangunan dan fasilitas kurang, maka dapat mengurangi efisiensi operasi, bahkan dapat menaikkan biaya operasional. Sehingga untuk mengatasi hal – hal tersebut harus ada perencanaan desain fasilitas yang dapat mengatur seluruh fasilitas terlihat rapi serta terencana dengan baik. Beberapa faktor penting yang menjadi pertimbangan dari perusahaan dalam pemilihan lokasi pabrik antara lain :
1)    Lingkungan masyarakat
2)    Kedekatan dengan bahan baku
3)    Faktor tenaga kerja
4)    Fasilitas dan sarana transportasi
5)    Sumber – sumber daya lain (air, listrik, dan telekomunikasi).


4.2 Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan Unit Penggolahan
            Struktur Organisasi adalah suatu susunan dan hubungan antara tiap bagian serta posisi yang ada pada suatu organisasi atau perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasional untuk mencapai tujuan. Struktur Organisasi menggambarkan dengan jelas pemisahan kegiatan pekerjaan antara yang satu dengan yang lain dan bagaimana hubungan aktivitas dan fungsi dibatasi. Adapun Struktur Organisasi PT. Fishindo Isma Raya dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 . Struktur Organisasi
                      (Sumber PT. Fishindo Isma Raya, 2011)

            Didalam proses produksi, PT. Fishindo Isma Raya ini memiliki tenaga kerja harian sebanyak 17 orang dan tenaga kerja borongan hingga 30 orang tergantung bahan baku.
4.3 Sarana dan Prasarana
            Dalam proses pembekuan Gurita PT. Fishindo Isma Raya menggunakan beberapa sarana dan prasarana untuk mendukung kegiatan produksi tersebut.



4.3.1 Sarana
 Sarana adalah segala sesuatu yang digunakan sebagai alat dalam proses produksi. Adapun sarana yang digunakan dalam proses pembekuan Gurita ini yaitu sebagai berikut :
1)    Keranjang Plastik
Keranjang plastik digunakan sebagai wadah untuk menampung Gurita ketika dalam proses penyortiran sebelum dilakukan penimbangan. Keranjang plastik terbuat dari plastik dengan ukuran panjang 60 cm, lebar 40 cm, dan tinggi 18 cm dengan kapasitas 35 kg dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Keranjang Plastik
(Sumber PT. Fishindo Isma Raya, 2011)
2)    Fish Box
Fish box terbuat dari fiber glass dengan ukuran panjang 150 cm, lebar 50 cm, dan tinggi 60 cm. fish box ini digunakan untuk menampung Gurita dengan kapasitas maksimal 200 kg dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Fish Box
(Sumber PT. Fishindo Isma Raya, 2011)

3)    Timbangan
Timbangan yang digunakan untuk proses pembekuan Gurita ada  dua buah.
1.    Timbangan jenis digital dengan kapasitas maksimal 30 kg untuk menimbang Gurita setelah di sortasi dapat dilihat pada Gambar 5.
2.    Timbangan jenis digital dengan kapasitas maksimal 60 kg untuk menimbang Gurita pada saat penerimaan bahan baku dapat dilihat pada Gambar 6.
                   
   Gambar 5. Timbangan Digital                      Gambar 6. Timbangan Digital
(Sumber PT. Fishindo Isma Raya, 2011)     (Sumber PT. Fishindo Isma Raya, 2011)
4)    Meja Proses
Terbuat dari stainless steal dengan ukuran panjang 252 cm, lebar 43 cm, dan tinggi 83 cm. Meja ini berfungsi untuk memproses bahan baku dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Meja Proses
(Sumber PT. Fishindo Isma Raya, 2011)
5)    Wiper
Ada dua jenis wiper yang digunakan yaitu wiper kecil yang digunakan untuk membersihkan meja dan wiper besar untuk membersihkan lantai dari air.
6)    Pan
Pan terbuat dari aluminium dengan ukuran panjang 32 cm, lebar 10 cm, dan tinggi 5,5 cm. Pan ini digunakan sebagai tempat penyusunan Gurita sebelum dibekukan dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Pan
(Sumber PT. Fishindo Isma Raya, 2011)
7)    Basket
Basket terbuat dari plastik yang berdiameter 36 cm dipergunakan untuk menimbang Gurita yang akan di bekukan dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Basket
(Sumber PT. Fishindo Isma Raya, 2011)


8)    Mesin Pembeku
Mesin pembeku yang digunakan ada 2 macam yaitu :
(1)  Cold storage berjumlah dua buah dengan ukuran panjang 16 m, lebar 8 m, dan tinggi 6 m. Berfungsi sebagai gudang penyimpanan produk dengan kapasitas barang kurang lebih 30 ton dengan suhu -18oC sampai -24oC. Bahan pendingin yang digunakan yaitu Freon (R22).
(2)  Air Blast Freezer (ABF) dengan kapasitas 5 ton dengan suhu – 380C sampai dengan - 400C lama pembekuan 8 – 12 jam dengan menggunakan bahan pendingin Freon (R22).
9)    Fasilitas Penunjang
Fasilitas lainnya yang digunakan sebagai penunjang proses produksi meliputi :
(1)  Roll hand lackband yang berfungsi sebagai perekat dan untuk pembungkusan master carton (MC).
(2)  Trolly ini terbuat dari semi stainless steel digunakan untuk mempermudah memindahkan barang cukup banyak dan berat kapasitas trolly tergantung dari ukuran barang untuk satu kali pengangkutan yaitu 150 kg .
4.3.2 Prasarana
Prasarana yang dimiliki PT. Fishindo Isma Raya antara lain :
1.   Mess Karyawan
Berfungsi sebagai tempat tinggal karyawan, mess karyawan terdapat sebanyak 3 kamar.
2.   Gudang Kering
Terletak disebelah utara ruang packing dan terpisah dengan ruang proses. Berfungsi sebagai tempat penyimpanan barang yang dibutuhkan dalam produksi terutama barang yang kering, contoh : MC, plastik, label dll.
1)    Gudang Basah
Terletak disamping gudang kering, digunakan untuk menyimpan bahan kimia seperti detergen, alkohol, kaporit, dll.
2)    Ruang Ganti Pakaian
Perusahaan menyediakan ruang ganti pakaian yang berada di sebelah tempat cuci muka untuk mengurangi kontaminasi dari luar. Ruang ganti pakaian ada dua ruangan untuk laki – laki dan perempuan. 
3)    Foot dips
Bak cuci kaki berada sebelum pintu masuk ruang tengah dan setelah ruang ganti, berfungsi untuk mengurangi kontaminasi yang dibawa karyawan dari luar, maka setiap karyawan yang masuk ruang proses diwajibkan melalui bak cuci kaki.
4)    Hand dips
Bak cuci tangan berada disamping pintu masuk ruang tengah, setiap sebelum masuk ruang proses wajib mencuci tangan dengan hands dips.
5)    Toilet
Toilet di PT. Fishindo Isma Raya ada empat buah dimana tiga diantaranya adalah kamar mandi.
6)    Musholla
Karyawan PT. Fishindo Isma Raya mayoritas islam jadi perusahaan menyediakan musholla sebagai tempat ibadah.
7)    Pos jaga
Pos jaga ditempati ole seorang security yang bertugas sebagai penjaga keamanan perusahaan.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Alur Proses Pembekuan Gurita (Octopus. sp)
                  Adapun proses pembekuan Gurita yang dilakukan di PT. Fisindo Isma Raya Desa Kenanti Kecamatan Tambakboyo Kabupaten Tuban Jawa Timur adalah sebagai berikut :
                Gambar 10. Alur Proses Pembekuan Gurita
                   (Sumber PT. Fishindo Isma Raya, 2011)
5.1.1. Penerimaan bahan baku
            Untuk pengadaan bahan baku suplier mendatangkan bahan baku dari nelayan .Bahan baku berupa gurita didatangkan dari daerah karagen rembang dan brondong lamongan dengan menggunakan truck dan mobil pick up. Bahan baku diangkut dengan menggunakan fish box yang diberi es dan air dengan suhu 4oC. hal ini sesuai menurut SNI 01-6941.3-2002 disebutkan Bahan baku diterima di unit pengolahan harus ditangani secara cermat, bersih dengan suhu 50 C. Pada alur proses ini tidak dilakukan pencucian karena air dan es pada penerimaan bahan baku sudah bisa membersihkan sebagian kotoran yang menempel pada Gurita hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Penerimaan Bahan Baku
(Sumber PT. Fishindo Isma Raya, 2011)
Setelah itu Gurita di tuang ke dalam keranjang plastik dengan ukuran panjang 60 cm, lebar 40 cm, dan tinggi 18 cm. Kapasitas dari keranjang tersebut adalah 35 kg hal ini bertujuan untuk mepermudah dalam proses penimbangan yang akan dilakukan selanjutnya.
Bahan baku ang diterima juga tidak semuanya segar ada juga beberpa yang sudah mengalami kemunduran mutu berikut ciri-ciri Gurita segar dan Gurita tidak segar:
a. Gurita Segar
ü  Gurita masih memiliki organ tubuh yang lengkap
ü  Bau masih segar
ü  Lendir masih banyak pada Gurita dan timbul busa

b. Gurita Tidak Segar
ü  Organ tubuh pada Gurita sudah tidak lengkap lagi
ü  Bau amoniak
ü  Lendir sudah mulai berkurang

Biasanya bahan baku datang tidak tentu, tergantung dari hasil tangkapan nelayan. Penerimaan bahan baku biasanya dilakukan di ruang penerimaan bahan baku dan yang melakukan penerimaan bahan baku adalah karyawan harian yang berjumlah 3 orang jika bahan baku sedikit yaitu sekitar 3 sampai 5 kwintal dan 5 orang jika bahan baku banyak 1 sampai 3 ton.
Adapun data penerimaan bahan baku yang diperoleh setiap produksinya di PT. Fishindo Isma Raya dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Penerimaan Bahan Baku
No
Hari/Tanggal
Jumlah
(kg)
Suhu Gurita
1.
Senin2 Mei 2011
72,1
3oC
2.
Rabu4 Mei 2011
118
5oC
3.
Sabtu8 Mei 2011
95,6
4oC
4.
Selasa10 Mei 2011
95
4oC
5.
Rabu11 Mei 2011
86
3oC
6.
Jum’at13 Mei 2011
195,5
5oC
7.
Sabtu14 Mei 2011
106
5oC
8.
Senin16 Mei 2011
86
3oC
(Sumber PT. Fishindo Isma Raya, 2011)
Dari Tabel 2 diatas dapat kita ketahui bahwa penerimaan bahan baku yang paling banyak adalah pada tanggal 13 Mei 2011 yaitu hari Jum’at. Dikarenakan permintaan buyer yang juga meningkat.Untuk lebih jelasnya berikut adalah grafik untuk data penerimaan bahan baku.
Gambar 12. Grafik Data Penerimaan Bahan Baku
(Sumber PT. Fishindo Isma Raya, 2011)

            Bahan baku yang datang berdasarkan dari kiriman buyer yang langsung membelinya di nelayan. Lalu pihak pabrik hanya memproses gurita tersebut menjadi bentuk beku (frozzen). Bahan baku yang datang masih dalam keadaan segar karena di dalam fishbox diberi es dan setelah gurita datang langsung dilakukan pembongkaran dengan hati-hati agar gurita tidak rusak. Hal tersebut sudah sesuai menurut Departemen Kelautan dan Perikanan (2006). Menyatakan bahwa bahan baku yang datang harus segar dengan suhu maksimal 5oC dan bahan baku langsung dibongkar secepatnya. Pembongkaran harus dengan hati-hati agar ikan tidak rusak, apabila jumlah ikan terlalu banyak maka ikan bisa ditampung dengan tetap mempertahankan mutu ikan.

5.1.2. Penimbangan I
            Setelah penerimaan bahan baku selanjutnya adalah proses penimbangan yang pertama. Penimbangan dilakukan dengan keranjang plastik dengan kapasitas 35 kg per keranjangnya. Kapasitas yang dimiliki oleh timbangan digital itu sendiri adalah 60 kg.
            Penimbangan I dilakukan diruang proses oleh karyawan harian sebanyak 3 orang. Cara penimbangan itu dilakukan yaitu dengan cara 2 orang mengangkat sisi kanan dan sisi kiri keranjang pelastik tersebut dan satu orang bertugas untuk mencatat berat per keranjangnya. Tujuan dilakukannya penimbangan I yaitu agar dapat mengetahui berat total gurita yang di terima pada penerimaan bahan baku. Menurut Suseno (2008), ikan hasil sortir diangkut ke bagian penimbangan. Ikan ditimbang lalu dicatat oleh petugas. Tujuan penimbangan adalah untuk mengetahui berat total ikan yang datang dari supplier dan menghitung berapa jumlah ikan tiap ukuran dan jenisnya serta sebagai pengawasan hasil sortasi.  

5.1.3. Sortasi
            Setelah penimbangan selanjutnya bahan baku berupa Gurita di sortir menurut sizenya diatas meja proses. Hal tersebut sudah sesuai menurut SNI 01-6941.3-2002 yang menyebutkan bahwa Gurita harus di proses di meja proses dan disortir menurut ukuran dan mutu. Tujuan penyortiran adalah memperoleh Gurita dalam bentuk atau kualitas yang baik dan ukuran yang seragam (SNI 01-6941.3-20020). Untuk size pada pembekuan Gurita di PT. Fishindo Isma Raya dapat dilihat pada Tabel 3.









Tabel 3. Size Gurita
No
Size
Keterangan
1
20-50
Berat 20-50 gr per ekor
2
50-100
Berat 50-100 gr per ekor
3
100-200
Berat 100-200 gr per ekor
4
200-300
Berat 200-300 gr per ekor
5
300-500
Berat 300-500 gr per ekor
6
500-700
Berat 500-700 gr per ekor
7
700-1000
Berat 700-1000 gr per ekor
(Sumber PT. Fishindo Isma Raya, 2011)
            Dari Tabel 3 diatas dapat diketahui bahwa size Gurita ditentukan menurut berat per ekornya dimana size terkecilnya adalah 20-50 dan size terbesarnya adalah 700-1000.

5.1.4. Penimbangan II
            Penimbangan II adalah tahapan penimbangan dimana Gurita yang telah disortasi kemudian ditimbang dengan menggunakan timbangan digital dengan kapasitas 6 kg. Gurita ditimbang dengan menggunakan basket, dimana setiap basket berisi 4,5 kg Gurita. Sebelum dilakukan penimbangan, timbangan di kalibrasi oleh karyawan harian PT. Fishindo Isma Raya agar tidak terjadi kesalahan pada proses penimbangan bahan baku. Kalibrasi dilakukan dengan cara mengetesnya dengan biji timah yang seberat 1 kg yang diletakkan di atas timbangan. Tujuan penimbangan II adalah untuk mempermudah pengemasan dan perhitungan produk akhir.
Pada tahapan proses ini, dilakukan juga pemberian kode supplier pada setiap basket, fungsi dari pemberian kode traceability tersebut adalah untuk memudahkan perusahaan dalam mengetahui supplier sehingga dapat mempermudah komplain dari kerusakan bahan baku yang diterima.

5.1.5. Penyusunan
            Setelah dilakukan penimbangan II selanjutnya dilakukan penyusunan. Proses ini dilakukan di ruang proses dengan menyusunnya di pan yang berukuran 32 x 10 cm yang tiap pannya berisi 4,5 kg gurita. Tetapi sebelum di tata dalam pan Gurita untuk semua ukuran di masukkan kedalam polyback jenis polyetyline (PE) yang berukuran 50 x 37 cm. Penyusunan cukup dilakukan oleh satu orang karyawan saja. Perlakuan ini bertuuan agar produk mudah dilepas dari pan saat proses pengemasan dan produk tidak mudah tercecer untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13. Penyusunan dalam pan
            (Sumber PT. Fishindo Isma Raya, 2011)


5.1.6. Pembekuan

            Setelah dilakukan penyusunan selanjutnya yaitu proses pembekuan. Gurita yang sudah disusun diatas pan selanjutnya diba menggunakan trolly ke dalam ruang pembekuan yaitu ABF (Air Blast Freezer). Menurut Moeljanto, (1992) Air Blast freezer merupakan sebuah ruangan atau kamar atau terowongan (tunnel). Udara dingin di dalamnya disirkulasikan ke sekitar produk yang dibekukan dengan bantuan pan. Salah satu kelemahan cara pembekuan ini adalah terjadinya proses pengeringan produk, apalagi bila tidak dibungkus (dikemas) seperti halnya ikan utuh, dan kecepatan udara cukup besar. Untuk itu pengawasannya harus baik, termasuk pencegahan penggembungan kemasan – kemasan tersebut.
Pada pembekuan Gurita di PT. Fishindo Isma Raya menggunakan metode pembekuan ABF ( Air Blast Frezeer ). Namun dalam proses pembekuannya menggunakan mesin pembeku yang sama yaitu mesin ABF ( Air Blast Frezeer  )dengan suhu 35 – 40 oC dengan waktu pembekuan sekitar 8 – 12 jam. Menurut pendapat Hadiwoyoto (1993) pembekuan dikerjakan pada suhu sekurang – kurangnya – 350C selama 6 -8 jam.  Adapun proses pembekuan dapat kita liahat pada Gambar 12.
 
Gambar 14. Pembekuan Gurita
(Sumber PT. Fishindo Isma Raya, 2011)

5.1.7. Pengemasan dan Penyimpanan
                        Untuk menjaga suhu Gurita langkah selanjutnya yaitu pada tahapan proses pengemasan. Pengemasan dilakukan di ruang packing dengan tetap menjaga suhu ruangan yaitu 16oC dengan menggunakan pendingin ruangan (AC) air conditioner. Gurita yang sudah beku dengan suhu pada pusat -18o C hal tersebut seudah sesuai menurut SNI 01-6941.3-2002 yang mengatakan bahwa untuk membekukan produk maksimum suhu pusat -18OC dalam waktu maksimum 8 jam.
Kemudian dikeluarkan dari pan dengan cara dibalik. Kemudian Gurita dimasukkan ke dalam master carton yang berukuran  35 x 45 x 10 cm yang sudah dilapisi lilin dan bersih dari kotoran dan filth. Dalam satu buah master carton berisi dua buah pan Gurita beku. Setelah Gurita dimasukkan ke dalam (MC) master carton sebagai kemasan sekunder kemudian master carton diberi label dengan cara menuliskan kode produk yang diberi nama baby dan diberi size di bagian kanan, kira dan diatas master carton .Tujuannya yaitu agar produk tidak tertukar dengan produk lain dan memudahkan dalam penataan di coldstorage. Setelah itu produk dibungkus lagi menggunakan plastik poly propiline sebagai pelindung agar terlindung dari air yang dapat meyebabkan kerusakan dan juga berperan sebagai kemasan tersiernya.
Proses selanjutnya  yaitu penyimpanan. Penyimpanan di coldstorage harus menggunakan pallet dan ditata sesuai jenis, mutu dan size. Penyusunan  master carton di dalam coldstorage harus berdasarkan sistem FIFO (first in first out). FIFO merupakan singkatan dari First In First Out atau dalam bahasa Indonesia pertama masuk pertama keluar yang berarti bahwa persediaan yang pertama kali masuk itulah yang pertama kali dicatat sebagai barang yang dijual (Gibson SC, 2002). Hal tersebut sependapat dengan Moeljanto (1992), bahwa penyimpanan produk beku sebaiknya di dalam cold storage, produk yang telah dikemas disusun dengan rapi dan baik sehingga proses pemasarannya dapat dilakukan dengan menggunakan sistem FIFO (first in first out) . Pada penyimpanan di coldstorage suhu ruang yang digunakan yaitu – 170C sampai   -180C. Kondisi ruang penyimpanan ini diatur sejauh mungkin sama dengan kondisi pembekuan, terutama suhunya.

5.2 Sanitasi dan Hygiene
            Sanitasi dan higiene dalam suatu perusahaan pengolahan hasil perikanan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi baik kualitas maupun kuantitas produk yang dihasilkan. PT. Fishindo Isma Raya merupakan perusahaan yang sudah menerapkan beberapa aspek sanitasi. Namun dalam pelaksanaannya terdapat beberapa kendala, salah satunya adalah kurangnya kesadaran dari karyawan untuk ikut melaksanakan program tersebut, sehingga dalam pelaksanaanya masih kurang. Adapun aspek-aspek yang diterapkan oleh PT. Fishindo Isma Raya diantaranya adalah :

5.2.1.  Sanitasi dan Hygiene Karyawan
            Adapun sanitasi dan higiene yang diterapkan untuk karyawan meliputi :
  1. Karyawan diharuskan memakai perlengkapan kerja yang lengkap diantaranya adalah jas lab, masker, hair net, apron, sarung tangan latex, sarung tangan kain dan jaket (hanya untuk packing). Namun dalam hal ini, sebagian karyawan ada yang tidak memakai perlengkapan dengan baik misalnya sarung tangan, selain itu juga cara pemakain masker yang asal-asalan serta Kebersihan pakaian tidak terlalu diperhatikan oleh karyawan. Hal ini tidak sesuai dengan Adawyah (2007) yang menyatakan bahwa Setiap pekerja dalam industri penanganan atau pengolahan hasil perikanan harus memakai pakaian kerja yang bersih dan bekerja dengan tangan yang bersih pula.
  2. Karyawan tidak boleh memakai perhiasan misalnya cincin selama bekerja.
  3. Karyawan yang sakit tidak boleh masuk kerja karena dikhawatirkan dapat mengkontaminasi produk.
  4. Sanitasi personal dari keseluruh karyawan yaitu meliputi kuku, rambut dll.

5.2.2.  Sanitasi dan Higiene Ruangan
Untuk mendapatkan produk yang memenuhi syarat maka penentuan lingkungan produksi pada industri pengolahan hasil perikanan harus diperhatikan dan terencana. Adapun sanitasi dan higiene yang terdapat pada ruangan proses PT. Fishindo Isma Raya diantaranya yaitu :
  1. Lantai pada ruang proses terbuat dari keramik warna putih dan dibuat miring dengan kemiringan ± 3o untuk meghindari genangan air. Menurut Purnawijayanti (2001), lantai berkemiringan 30 terbuat dari bahan yang kedap air, tahan lama dan mudah dibersihkan serta permukaan halus dan rata sehingga air kotor atau kotoran tidak tertinggal.
  2. Pertemuan antara dinding dan lantai tidak bersudut dan kedap air.
  3. Dinding dilapisi dengan keramik warna putih sampai ketinggian 2 m yang ditujukan untuk mempermudah dalam pembersihan ruangan.
  4. Keadaan langit-langit tidak ada yang pecah atau retak juga tidak ada tonjolan dan warnanya terang.
  5. Penerangan menggunakan lampu neon yang dilindungi kaca.
  6. Pintu terbuat dari kaca  stainlesstail yang kedap air, permukaan halus dan diberi tirai plastik.

5.2.3.  Sanitasi dan Higiene Bahan Baku
Sanitasi bahan baku sangat penting karena akan mempengaruhi terhadap produk akhir. PT. Fishindo Isma Raya mendatangkan bahan baku cumi – cumi dalam bentuk utuh yang mudah mengalami kemunduran mutu. Bahan baku diangkut dengan menggunakan mobil pick up dan truck yang didalamnya terdapat box. Dalam pengangkutan tersebut tidak lupa dengan penambahan es batu sehingga bahan baku tidak cepat mengalami pembusukan. Dalam pembuatan es tersebut sesuai dengan dengan Moeljanto (1992) yang menyatakan bahwa es yang digunakan untuk proses pengolahan harus dibuat dari air yang bersih dan memenuhi persyaratan air minum yang ditangani dengan persyaratan sanitasi dan higiene, sedapat mungkin kelebihan es tidak digunakan lagi sebab menambah jumlah bakteri. Namun pada saat pembongkaran bahan baku, sisa-sisa es bekas pengangkutan tersebut digunakan lagi untuk proses pencucian.
Pada saat pembongkaran bahan baku, karyawan tidak memperhatikan persyaratan yang telah ditentukan yaitu, memakai seragam lengkap diantaranya yaitu sarung tangan latex, masker, hair net, dan apron.

5.2.4.  Sanitasi dan Higiene Peralatan
            Untuk sanitasi dan higiene peralatan yang kontak langsung dengan produk, diberikan beberapa perlakuan antara lain :
a.   Semua peralatan yang kontak langsung dengan produk seperti pisau, keranjang, inner pan, long pan dan sebagainya, sebelum dan sesudah digunakan dicuci. Menurut Purnawijayanti (2001), peralatan yang akan digunakan harus segera dibersihkan dan disanitasi/didesinfeksi untuk mencegah kontaminasi silang pada makanan, baik pada tahap persiapan, pengolahan, penyimpanan sementara, maupun penyajian.
b.   Semua meja di dalam ruang proses dilakukan pembersihan dengan air sesudah penggunaannya kemudian dibilas hingga bersih dengan menggunakan air.





5.2.5 Sanitasi dan Hygiene LImbah
            Didalam proses pembekuan cumi – cumi pada PT.Fishindo Isma Raya menghasilka dua jenis limbah yaitu limbah limbah kerig dan limbah cair. Berikut penangan keduanya :
1)    Limbah cair harus dibuang melalui saluran pembuangan melalui tempat bersih ke tempat kotor.
2)    Untuk limbah kering diletakkan dalam wadah atau basket dan tidak boleh menumpuk di ruang proses.


 VI  KESIMPULAN DAN SARAN


6.1.  Kesimpulan
            Adapun kesimpulan yang dapat diperoleh penulis dari hasil Praktek Kerja Lapang III yang dilakukan di PT. Fishindo Isma Raya mengenai pembekuan Gurita adalah sebagai berikut :
  1. Proses pembekuan Gurita di PT. Fishindo Isma Raya dimulai dari penerimaan bahan baku, penimbangan I, sortasi, penimbangan II, penyusunan, pembekuan, , pengemasan dan penyimpanan.
  2. Kedisiplinan karyawan dalam menerapkan sanitasi higiene masih kurang, khususnya pada sanitasi karyawan, contohnya pakaian kerja karyawan tidak layak untuk dipakai untuk proses karena masih kotor.
  3. Secara keseluruhan proses pembekuan Gurita pada PT. Fishindo Isma Raya sudah baik namun ada beberapa hal yang perlu diperhatikan lagi pada tiap-tiap alur proses, khususnya pada karyawan. Karena masih banyak kontaminasi silang yang terjadi di perusahaan dan karyawan juga bisa menjadi kontaminan dari produk itu sendiri.
6.2.  Saran
Adapun hal yang perlu diperhatikan dalam proses pembekuan cumi - cumi ini adalah :
1)  Perlunya ditingkatkan sanitasi dan hygiene. Mulai dari tempat proses, alur proses, kebersihan karyawan.
2)  Kebersihan ruang proses perlu diperhatikan kembali untuk mencegah adanya kontaminasi silang baik dari peralatan, karyawan maupun udara
3)  Penggunaan es perlu ditambah, agar suhu bahan Gurita tetap terjaga sehingga bakteri penyebab pembusukan dapat terhambat pertumbuhanya
4)  Karyawan harus mematuhi peraturan mengenai ketertiban kerja agar produksi dapat berjalan secara efisien.

DAFTAR PUSTAKA

Adawyah, R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. PT. Bumi Aksara. Jakarta. Hal. 37, 38, 40, 41.
Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan. 2006. Teknologi pengolahan Fillet Ikan. Jakarta.
Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan. 2006. Teknologi Pengolahan Fillet Ikan. Jakarta.
Effendi, M.S. 2009, Teknologi Pengolahan dan Pengawetan Pangan. PT.Alfabeta. Bandung. Hal. 43.
Estiasih, T dan Ahmadi. 2009. Teknologi Pengolahan Pangan H. PT. Bumi Aksara. Malang. Hal. 127, 130, 134.
Gibson SC. 2002. http://id.wikipedia.org/wiki/Akuntansi_FIFO_dan_LIFO [diakses 16 Juni 2011]
Hadiwiyoto. S. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Liberty. Yogyakarta
Moeljanto. 1992. Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Murniyati, S dan Sunarman. 2000. Pendinginan Pembekuan dan Pengawetan Ikan. PT. Kanisius. Yogyakarta. Hal. 5.
Narbuko, Cholid dan A. Achmadi. 2001. Metode Penelitian. PT. Bumi Aksara. Jakarta. Hal 70, 83.
National Wildlife. 1997, Artikel Cephalopoda. http://www.google.co.id/http://en.wikipedia.org/wiki/Octopus  [diakses, 19 April 2011]
Nazir. M. 1988. Metode Penelitian. PT. Ghalia Indonesia. Jakarta. Hal 65, 406.
Purnawijayanti, H.A. 2001. Sanitasi Higiene dan Keselamatan Kerja dalam Pengolahan Makanan. Kanisius. Yogyakarta.
SNI.01.6941.1-2002. Syarat mutu Bahan Baku Gurita. Jakarta.
SNI.01.6941.3-2002. Pengolahan dan Penanganan Gurita. Jakarta.
Suseno, A. 2008. Diktat Penanganan Hasil Perikanan. Akademi Perikanan Sidoarjo
Warta Pasar Ikan Edisi April 2007. Gurita Ada Pasarnya. Direktorat Jendral Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan. Jakarta. Hal. 15.

 Lampiran 1. SNI 01-6941.1-2002




Lampiran 2. SNI 01-6941.3-2002












                 
                                                                         

      Lampiran 3. Hasil Pemeriksaan Air



img018.jpg


           Lampiran 4. Layout Bangunan PT. Fishindo Isma Raya

img019.jpg